Tuesday 16 June 2015

Pengendalian Penjualan BBM Bersubsidi

Ide ini muncul ketika saya mengisi bensin di sebuah pom bensin di bilangan depok, ketika itu saya melihat sebuah mobil mewah mengisi bbmnya dengan bbm bersubsidi jenis premium (oktan 88), yang seharusnya bbm jenis itu di peruntukkan untuk golongan tidak mampu dan angkutan umum, memang seharusnya sudah secara moral para pemilik kendaraan roda dua maupun empat yang bisa dikategorikan tidak murah mengisi bbm-nya dengan bbm non subsidi, namun tampaknya negara kita masih sangat jauh dari kesadaran itu, sehingga bbm bersubsidi banyak yang salah sasaran, dan efeknya adalah kesejahteraan yang tidak merata. Memang beberapa cara telah dicoba pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini, contohnya pada medio akhir tahun 2013 pertamina mensosialisasikan pemasangan RFID yang dimaksudkan untuk penjatahan bbm bersubsidi yang dapat dibeli oleh satu kendaraan perharinya, lalu beberapa bulan setelahnya beberapa SPBU di daerah jakarta sudah mulai menghilangkan bbm bersubsidi, dan juga di SPBU yang terdapat di rest area jalan bebas hambatan, namun semuanya masih belum mendapatkan hasil yang maksimal dan menurut saya hanya menghabiskan biaya, contohnya RFID, hanya beberapa bulan lalu berjalan kembali seperti biasa. Lalu saya terpikir kenapa tidak dari awal kendaraan-kendaraan sebelum dijual dipasangkan alat yang gunanya untuk mendeteksi apakah kendaraan tersebut bisa mengisi bbm bersubsidi atau tidak (bukan hanya pembatasan) yang ditransmisikan sama seperti RFID, dan menurut saya cara tersebut lebih mudah dan murah, dan juga tidak ada pilihan bagi pengguna kendaraan karena sudah tertanam dari pabrik, sedangkan untuk kendaraan yang sudah lebih dulu beredar dijalan diwajibkan untuk memasang alat tersebut baik di SPBU terdekat atau di bengkel resmi masing-masing pabrikan dan pemasangan harus dilakukan paling lambat 2 minggu setelah alat ini di sosialisasikan, karena setiap pengisian bbm alat tersebut harus terdeteksi, atau kendaraan bermotor tidak dapat mengisi bbm, bila pemerintah konsisten bisa dipastikan tidak ada lagi bbm yang salah subsidi dan pemerintah bisa mengoptimalkan APBN untuk pembangunan yang lebih merata.

No comments:

Post a Comment